Senin, 24 Juni 2013

International Financial Reporting Standards (IFRS) 13

Pemerintah melalui Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) Kementerian Keuangan mengklaim sebagian besar profesi akuntan dan penilai publik di dalam negeri telah siap menyambut konvergensi International Financial Reporting Standards (IFRS) 13.

IFRS 13 sendiri mengatur tentang Fair Value Measurement atau pengukuran nilai wajar yang memaksa profesi ini untuk segera berubah. Pasalnya, standar yang sekarang dipakai para penilai dalam menentukan nilai wajar suatu aset, kurang dapat menangkap kebutuhan dalam konteks pelaporan keuangan.

Kepala PPAJP, Langgeng Subur mengatakan, saat ini semua kalangan sudah lebih siap untuk konvergensi IFRS. Dia berharap kejadian seperti di industri asuransi yang kelabakan menghadapi tuntutan IFRS tidak terulang di profesi penilai dan akuntan.

Menurut Langgeng, kendala utama penerapan prinsip baru ini adalah “mencari nilai wajar di negeri yang tidak wajar”. Pasalnya tata ruang Indonesia memang dikenal dengan keunikan dan ketidakwajarannya. “Misalnya di tengah-tengah lingkungan perumahan bisa saja terdapat tanah kuburan. Atau di tengah lingkungan villa mewah terdapat perkebunan teh,” ujar Langgeng.

Hal itu, lanjut dia, akan membutuhkan mekanisme penilaian  yang berbeda, karena adanya perbedaan nilai wajar aset di satu lingkungan. Namun demikian, kali ini Langgeng cukup optimistis akan kesiapan para pelaku industri. Dari kalangan penilai sendiri, Langgeng menilai kondisinya lebih siap dibanding apa yang terjadi di industri asuransi.

Ketua Bidang Pengembangan Standar MAPPI, Rengganis Kartomo mengakui, meskipun ini merupakan hal baru, MAPPI telah menyiapkan fondasi bagi para penilai dalam rangka penerapan IFRS 13.
“Sebelumnya, dalam Standar Penilaian Indonesia (SPI) 2007, sudah ada standar untuk melakukan valuasi aset tersebut. Namun pengukuran nilai wajarnya masih mengacu pada nilai wajar sebelumnya. Jadinya sekarang tidak relevan,” pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar