Kamis, 27 Juni 2013

PRINSIP–PRINSIP DALAM PENILAIAN


Prinsip-Prinsip dalam Penilaian terdiri dari :
1. Highest and best use (Penggunaan terbaik dan tertinggi) Nilai suatu tanah kosong dimungkinkan lebih tinggi dari tanah yang ada bangunannya. Ada 2 kriteria yg menentukan penggunaan HBU yaitu Permintaan dan peraturan untuk peruntukan

2. Suppy & demand (persediaan dan permintaan) Properti mempunyai nilai apabila properti tsb dapat digunakan. Nilai akan naik bila pesediaan tanah berkurang, dimana orang memerlukan tanah. Misalnya didaerah yang padat penduduknya.

3. Substitusi (Pinsip pengganti) Pembeli suatu properti tidak akan membayar lebih terhadap suatu properti dibandingkan dengan biaya pembelian properti lain yang sama, artinya properti yang lebih murah yang akan terjual lebih dahulu.

4. Anticipation (prinsip keuntungan yg diharapkan properti) Nilai suatu properti adalah harapan akan keuntungan dimasa yang akan datang akan High and best use / penggunaan dari properti tersebut.

5. Change(Perubahan) Nilai selalu berubah-ubah dan dipengaruhi oleh banyak variabel antara lain jumlah penduduk, perubahan kondisi ekonomi, adanya pusat perbelanjaan baru, perubahan politik negara dll.

6. Conformity(kesesuaian) Properti yg terletak dilingkungan yang cocok baik sosial maupun ekonomi akan mempunyai nilai yang maksimum.

7. Competition (Prinsip persaingan) Semua bentuk usaha menginginkan mendapatkan keuntungan.properti tidak terkecuali.Bila permintaan besar akan suatu properi developer akan mendapat keuntungan yang besar. Developer lain akan masuk ke lokasi tsb. Maka timbul persaingan dan keuntungan akan turun. Nilai properti akan dipengaruhi oleh tingkat persaingan tsb.

8. Increasing and decreation return (penambahan dan pengurangan pendapatan) Prinsip dasar ekonomi mengatakan bahwa pertambahan biaya pada suatu usaha belum tentu memberikan penambahan dalam pendapatan.Demikian juga dalam usaha dibidang properti berlaku juga kondisi bahwa penambahan biaya pada suatu properti belum tentu akan menambah penghasilan properti tsb. Nilai properti tersebut tidak bertambah, bahkan akan berkurang/turun.

9. Consisten use(penggunaan yang tetap) Tanah dan bangunan harus dinilai sesuai dengan penggunaan yang sesuai dengan peruntukannya..Properti harus dinilai berdasarkan penggunaan yang pasti.

Dalam kenyataannya, nilai dapat dipengaruhi oleh beberapa factor yang mengakibatkan nilai tersebut naik / turun. Faktor tersebut adalah :

1. Faktor fisik, alam dan lingkungan
           Yang mencakup antara lain iklim dan topografi, tingkat kesuburan tanah, sumber mineral dan banjir

2. Faktor Sosial
            Yang mencakup populasi penduduk, perubahan kepadatan, distribusi geografis atas kelompok ras masyarakat dan perkembangan pendidikan dan aktivitas social


3. Faktok politik dan kebijaksanaan Pemerintah
           Yg mencakup peruntukan, rencana tatakota, pembatasan pendirian bangunan, Kredit Perumahan Rakyat

4. Faktor Ekonomi
           Baik ekonomi mikro maupun makro yg. mencakup tingkat pengangguran, perubahan gaji pegawai, perluasan sektor industri, perubahan tingkat bunga bank dll.

Rabu, 26 Juni 2013

Nilai Pasar - SPI 2007 VS SPI 2013


Penilaian Properti

Pengertian Properti dan Jenis Properti
Apa arti kata properti dalam dunia penilaian properti? Dalam hukum Inggris, barang dan segala sesuatu yang secara hukum dalam status dimiliki oleh seseorang atau badan hukum disebut personal property, sedangkan tanah dan bangunan biasa disebut real property. Terkadang untuk memperjelas karakteristik jenis properti maka istilah Real Estate sering dipakai untuk tanah dan bangunan. Menurut Kyle (2002), membedakan tingkatan properti mulai dari tanah dan sumbar daya alam yang melekat (Land), segala pengembangan buatan manusia yang ada dan melekat pada Tanah (Real Estate) serta adanya hak kepemilikan atas tanah beserta semua pengembangannya yang dilindungi oleh hukum yang berlaku (Real Property).

Sementara itu menurut Konsep & Prinsip Umum Penilaian (KPUP-2.1) Standar Penilaian Indonesia 2007, Properti adalah konsep hukum yang mencakup kepentingan, hak dan manfaat yang berkaitan dengan suatu kepemilikan. Properti terdiri atas hak kepemilikan, yang memberika hak kepada pemilik untuk suatu kepentingan tertentu atau sejumlah kepentingan atas apa yang dimilikinya. Oleh karena itu, wajib memperhatikan konsep hukum dari properti yang meliputi segala sesuatu yang merupakan konsep kepemilikan atau hak dan kepentingan yang bernilai, berbentuk benda atau bukan benda, berwujud atau tidak berwujud, dapat dilihat maupun tak terlihat, yang memiliki nilai tukar atau yang dapat membentuk kekayaan.

Didalam SPI 2007-Jenis Properti, Properti dibedakan menjadi 4 kategori berdasarkan karakteristiknya, yaitu; Properti Personal (Personal Property), Properti Riil (Real Property), Perusahaan/Badan Usaha (Bussiness) dan Hak Kepemilikan Finansial (Financial Interest).Penjelasan ke-empat jenis properti adalah sebagai berikut.
1. Properti Personal, merupakan jenis properti yang dapat dipindahkan (mobile) dan tidak melekat pada tanah atau menjadi satu kesatuan dengan bangunan. Misalnya; Mesin, Peralatan, Perabotan, Kendaraan dll. Dalam hal ini segala sesuatu yang pemindahannya tidak menimbulkan kerusakan yang serius pada real estat, sehingga apabila kita ambil contoh kasus AC (Air Conditioning) pada bangunan, maka AC tidak dapat digolongkan sebagai properti personal karena apabila AC diambil, maka bangunan akan berlubang dan memerlukan usaha untuk menutup lubang bekas AC tersebut.

2. Properti Riil, merupakan hak kepemilikan atas kepentingan hukum yang melekat pada real estat atau hubungan hukum penguasaan yuridis oleh pemilik atas rea estat. Properti riil merupakan himpunan hak (bundle of rights), yang meliputi hak untuk menggunakan, menempati, memasuki, menjual, menyewakan, mewariskan, melepaskan atau memilih untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan setiap hak yang disebukan di atas. Dalam berbagai situasi, hak tertentu dapat dipisahkan dari himpunan hak dan dipindahkan, disewakan atau diambil oleh Negara. Hak Properti Riil yang dikenal dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia adalah: Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Pengelolaan, Hak Sewa, Hak Membuka Tanah, Hak Memungut Hasil Hutan, Hak Menggunakan Air, Hak Menggunakan Ruang Udara dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.
Disamping pembatasan yang dilakukan oleh Negara, pembatasan lain yang dapat diberlakukan atas hak dan kewenangan yang melekat    pada peguasaan dan pemilikan properti adalah sebagai berikut.
  • Perjanjian yang membatasi kewenangan pemgang hak dan ketentuan yang diperjanjikan untuk mencegah seseorang berbuat sesuatu yang berlaku terhadap tanah hak dan bangunan sebagai obyek perjanjian pemberian hak baru, dapat mempengaruhi penggunaan, pengembangan dan pengalihan penguasaan tanah dan bangunannya.
  • Easement merupakan hak keistimewaan secara terbatas untuk menggunakan properti milik pihak lain melalui kontrak, misalnya; Hak Jalan/akses keluar untuk memudahkan akses bagi pekarangan yang terkurung.
3. Perusahaan/Badan Usaha, adalah entitas komersial, industri, jasa, atau investasi yang menjalankan kegiata ekonomi. Badan Usaha biasanya bersifat mencari keuntungan. Istilah yang terkait erat dengan konsep entitas usaha adalah sebagai berikut.
  • Perusahaan Operasional, yaitu entitas usaha yang menjalankan suatu aktivitas ekonomi dengan membuat, menjual, atau memperdagangkan suatu produk/jasa.
  • Going concern, yaitu sebuah entitas yang terus melaksanakan kegiatan operasionalnya secara berkelanjutan di masa depan tanpa adanya maksud/kebutuhan untuk melikuidasi atau memperkecil secara material skala usahanya.
Bentuk-bentuk perusahaan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia adalah; Perusahaan Perseorangan, Perseroan Terbatas, Perusahaan Firma, Perusahaan Komanditer, Koperasi dan BUMN yang bisa berbentuk Perseroan, Firma, perusahaan umum atau Jawatan. Berdasarkan Terminologi Akuntansi, aset perusahaan mencakup aset berwujud dan tidak berwujud. Aset berwujud meliputi aset lancar, aset tetap (realty) dan properti personal yang berwujud (perabotan, mesin dan peralatan). Aset tak berwujud meliputi keahlian manajemen, kumpulan tenaga kerja, godwill dan HAKI (hak cipta,waralaba dan kontrak).

4. Hak Kepemilikan Finansial, pada lingkup properti HKF merupakan pembagian hak secara hukum atas hak kepemilikan atas badan usaha dan properti riil (mis; Persekutuan/Partnership, sindikasi, BOT, sewa, joint venture). HKF adalah aset tidak berwujud yang dapat mencakup hak-hak antara lain; Hak yang melekat pada kepemilikan badan usaha/properti untuk menggunakan, menempati, menjual, menyewakan dan mengelola, Hak yang melekat pada suatu kontrak yang memberikan opsi untuk membeli atau kontrak sewa-menyewa, Hak yang melekat pada kepemilikan atas suatu surat berharga untuk meneruskan kepemilikan atau menjualnya.

Arti Penting Penilaian Properti
Penilaian aset/properti dewasa ini sangat diperlukan baik oleh swasta maupun pemerintah baik pusat dan daerah untuk meningkatkan akuntabilitas dan menciptakan tertib administrasi untuk mendorong pengelolaan (optimalisasi) aset ke arah yang lebih baik dan modern. Penilaian properti dapat dimanfaatkan untuk banyak hal, misalnya: Penilaian Properti untuk tujuan jual-beli, kelayakan sewa maupun pengkajian sewa berjalan dan untuk menilai obyek pajak untuk menentukan beasaran pajaknya, menilai aset daerah untuk kepentingan penyusunan neraca/laporan keuangan daerah serta untuk menghitung komposisi hutang dan ekuitas dalam struktur permodalan suatu usaha.

Jasa penilaian dapat digunakan untuk kepentingan secara umum, tetapi saat ini pemanfaatannya lebih banyak digunakan oleh dunia usaha dan Instansi Pemerintah. Tujuan dan alasan dilakukannya penilaian terhadap harta kekayaan, pada hakekatnya mencakup hal-hal sebagai berikut.
  1. Melengkapi aplikasi pinjaman.
  2. Pengembangan dan rehabilitasi perusahaan dengan fasilitas investasi dari Pemerintah.
  3. Perusahaan yang akan go public (penawaran saham perdana/IPO).
  4. Penutupan asuransi.
  5. Perusahaan merger / akusisi.
  6. Pemindahan hak.
  7. Likuidasi perusahaan.
  8. Penetapan NJOP Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Sementara itu pihak-pihak yang dapat memanfaatkan jasa penilaian adalah sebagai berikut.
  1. Pemerintah, untuk Pengenaan tarip pajak, Menghitung dan mengetahui kekayaan nasional, Dalam rangka penggabungan usaha/penambahan modal bagi perusahaan negara atau investasi dibidang-bidang lain, Hibah (termasuk bantuan dari pihak lain), Penilaian proyek sebelum diserahkan kepada pemerintah, Menutup asuransi, Jual-beli, Tukar Guling Aset Pemerintah, Pembebasan tanah, dsb, Penilaian sarana umum untuk penentuan tarip yang wajar pelayan public (seperti: PLN, Perumtel, Jalan Tol, dsb).
  2. Lembaga Keuangan (Bank), untuk salah satu dasar pengeluaran kredit (pinjaman) dan leasing, Jaminan hipotek, Dasar perhitungan untuk dijual bila harus dilelang, Menghitung kekayaan bank atau nasabah.
  3. Perusahaan Asurasi, untuk dasar pengenaan tarif polis (premi asuransi), dasar menetapkan ganti rugi, Jaminan.
  4. Perusahaan Lelang dan Pegadaian, dapat memanfaatkan jasa penilaian untuk Menetapkan dasar harga dasar lelang dll.
  5. Badan Pelaksana Pasar Modal, untuk Penentuan nilai aktiva perusahaan yang akan go public, Penentuan nilai saham, dll
  6. Pribadi/Perseorangan/Masyarakat, untuk hibah, Penggabungan / pendirian / pembagian usaha dan harta, Pembagian harta / dan warisan, Jual-beli / lelang, Menutup asuransi, Memutuskan kredit / jaminan hipotek.

Senin, 24 Juni 2013

International Financial Reporting Standards (IFRS) 13

Pemerintah melalui Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) Kementerian Keuangan mengklaim sebagian besar profesi akuntan dan penilai publik di dalam negeri telah siap menyambut konvergensi International Financial Reporting Standards (IFRS) 13.

IFRS 13 sendiri mengatur tentang Fair Value Measurement atau pengukuran nilai wajar yang memaksa profesi ini untuk segera berubah. Pasalnya, standar yang sekarang dipakai para penilai dalam menentukan nilai wajar suatu aset, kurang dapat menangkap kebutuhan dalam konteks pelaporan keuangan.

Kepala PPAJP, Langgeng Subur mengatakan, saat ini semua kalangan sudah lebih siap untuk konvergensi IFRS. Dia berharap kejadian seperti di industri asuransi yang kelabakan menghadapi tuntutan IFRS tidak terulang di profesi penilai dan akuntan.

Menurut Langgeng, kendala utama penerapan prinsip baru ini adalah “mencari nilai wajar di negeri yang tidak wajar”. Pasalnya tata ruang Indonesia memang dikenal dengan keunikan dan ketidakwajarannya. “Misalnya di tengah-tengah lingkungan perumahan bisa saja terdapat tanah kuburan. Atau di tengah lingkungan villa mewah terdapat perkebunan teh,” ujar Langgeng.

Hal itu, lanjut dia, akan membutuhkan mekanisme penilaian  yang berbeda, karena adanya perbedaan nilai wajar aset di satu lingkungan. Namun demikian, kali ini Langgeng cukup optimistis akan kesiapan para pelaku industri. Dari kalangan penilai sendiri, Langgeng menilai kondisinya lebih siap dibanding apa yang terjadi di industri asuransi.

Ketua Bidang Pengembangan Standar MAPPI, Rengganis Kartomo mengakui, meskipun ini merupakan hal baru, MAPPI telah menyiapkan fondasi bagi para penilai dalam rangka penerapan IFRS 13.
“Sebelumnya, dalam Standar Penilaian Indonesia (SPI) 2007, sudah ada standar untuk melakukan valuasi aset tersebut. Namun pengukuran nilai wajarnya masih mengacu pada nilai wajar sebelumnya. Jadinya sekarang tidak relevan,” pungkasnya.

Jumat, 21 Juni 2013

A basis of value and valuation


A basis of value is a statement of the fundamental measurement assumptions of a valuation. It describes the fundamental assumptions on which the reported value will be based, eg the nature of the hypothetical transaction, the relationship and motivation of the parties and the extent to which the asset is exposed to the market. The appropriate basis will vary depending on the purpose of the valuation. 
 
A basis of value should be clearly distinguished from:
(a) the approach or method used to provide an indication of value,
(b) the type of asset being valued,
(c) the actual or assumed state of an asset at the point of valuation,
(d) any additional assumptions or
special assumptions that modify the fundamental assumptions in specific circumstances.
 
A basis of valuation can fall into one of three principal categories:
(a) The first is to indicate the most probable price that would be achieved in a hypothetical exchange in a free and open market. Market value as defined in these standards falls into this category.
 
(b) The second is to indicate the benefits that a person or an entity enjoys from ownership of an asset. The value is specific to that person or entity, and may have no relevance to market participants in general. Investment value and special value as defined in these standards fall into this category.
 
(c) The third is to indicate the price that would be reasonably agreed between two specific parties for the exchange of an asset. Although the parties may be unconnected and negotiating at arm’s length, the asset is not necessarily exposed in the market and the price agreed may be one that reflects the specific advantages or disadvantages of ownership to the parties involved rather than the market at large. Fair value asdefined in these standards falls into this category.

Value


Value is not a fact but an opinion of either :
(a) the most probable price to be paid for an asset in an exchange,
or
(b) the economic benefits of owning an asset.
 
A value in exchange is a hypothetical price and the hypothesis on which the value is estimated is determined by the purpose of the valuation. A value to the owner is an estimate of the benefits that would accrue to a particular party from ownership.
 
The word “valuation” can be used to refer to the estimated value (the valuation conclusion) or to refer to the preparation of the estimated value (the act of valuing). In these standards it should generally be clear from the context which meaning is intended. Where there is potential for confusion or a need to make a clear distinction between the alternative meanings, additional words are used.

The IVS 2011 Framework

The IVS2011Framework includes Generally Accepted Valuation Concepts, Principles and Definitions on which the Standards are based and covers the following broad headings:
• Valuation and Judgement
• Independence and Objectivity
• Competence
• Price
• Cost
• Value
• The Market
• Market Activity
• Market Participants
• Entity Specific Factors
• Aggregation
• Basis of Value
• Market Value
• Transaction Costs
• Investment Value
• Fair Value
• Special Value
• Synergistic Value
• Assumptions
• Forced Sales
• Valuation Approaches
• Market approach
• Income Approach
• Cost Approach
• Methods of Application
• Valuation Inputs

Selasa, 18 Juni 2013

Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini sangat mengagumkan. Dengan pertumbuhan modal dan investasi yang tinggi, saat ini Indonesia masuk kedalam negara G-20 yang termasuk negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang baik di Asia bahkan di dunia.
Begabungnya Indonesia ke dalam G-20 akan mendorong investasi masuk ke Indonesia lebih banyak lagi oleh sebab itu, diperlukan pelaporan keuangan yang lebih baik. Dengan pelaporan keuangan yang baik maka investor akan lebih percaya dan yakin dalam mengambil keputusan investasi di Indonesia.

Pelaporan keuangan yang baik dapat diartikan sebagai pelaporan keuangan yang efektif dan efisien dalam menggambarkan peluang dan hambatan investasi yang dihadapi di Indonesia, termasuk risiko portofolio dan penilaian aset potensial yang sesuai dengan International Financial Reporting Standard (IFRS). Untuk meningkatkan daya saing informasi dari laporan keuangan perusahaan-perusahaan di Indonesia disamping itu Konvergensi IFRS adalah salah satu kesepakatan pemerintah Indonesia sebagai anggota G20 forum, Hasil dari pertemuan pemimpin negara G20 forum di Washington DC, 15 November 2008 secara prinsip-prinsip G20 yang dicanangkan antara lain :Strengthening Transparency and Accountability, Enhancing Sound Regulation, Promoting integrity in Financial Markets, Reinforcing International Cooperation dan Reforming International Financial Institutions

Penilaian atas nilai wajar saat ini diperlukan dalam menyusun laporan keuangan yang dapat mengakomdir keseluruhan situasi informasi nilai terkini sehingga informasi tersebut dapat meningkatkan degree of competitiveness Indonesia di masa yang akan datang. Oleh karena itu profesi penilai untuk menujang proses penilaian atas nilai wajar sangat di butuhkan dimasa yang akan datang.
.
Profesi penilai Di Indonesia
Profesi penilai di Indonesia mula-mula berkembang pada zaman penjajahan dengan dibentuknya profesi penilaian fiskal yang tugas utamanya adalah menentukan dasar pengenaan pajak bumi pada saat itu. Namun seiring dengan perkembangan zaman dan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan semakin meningkatnya pengguna jasa penilai di tanah air; profesi penilai tidak lagi dipahami sebagai sekedar bagian lingkup kerja pemerintah di sektor perpajakan namun berkembang menjadi sebuah profesi yang memiliki kedudukan fungsi tersendiri pada kalangan pengguna jasa.

Latar belakang demand ini merupakan akibat dari semakin berkembangnya kebutuhan dunia usaha dan sektor pemerintah akan informasi nilai. Akan sulit sekali dibayangkan ketidakterkaitan hubungan antara pertumbuhan dunia perbankan tanah air akhir-akhir ini yang banyak disokong oleh sektor perkreditan dilepaskan dari kualitas penilaian kredit yang tidak akurat. Informasi nilai dalam hal mutlak diperlukan dalam rangka menanggulangi resiko gagal bayar perbankan atas collateral dari pihak kreditur.
 
Profesi Penilai dan Pemerintah
Seiring dengan diberlakukan nya undang-undang tentang Pajak dan Retribusi daerah yang secara akhir keseluruhan efektif pada 2013. Undang-undang ini pada dasarnya bertujuan untuk optimalisasi Penerimaan Asli Daerah (PAD) pada masing-masing daerah di Indonesia, untuk mewujudkan tujuan tersebut pemerintah daerah diharapkan mampu mengembangkan keahlian yang mampu menyokong kinerja penerimaan daerah di bidang perpajakan daerah yang sesuai dan reliable, terlebih dengan diserahkannya Sektor Pedesaan dan Perkotaan Pajak Bumi/Bangunan oleh Pusat kepada daerah diharapkan Pemerintah Daerah mampu memberikan Tax Base Justification yang proporsional sesuai dengan kondisi dari masing-masing objek pajak secara objektif dan efisien, dan sudah merupakan suatu keahlian wajib bagi pemda untuk mempraktikkan penilaian fiskal yang memenuhi syarat dan tujuan yang diamanatkan oleh undang-undang tersebut.

Pemerintah Pusat dalam hal ini juga merupakan pemain penting dalam pengembangan profesi penilai di Indonesia, secara spesifik penilaian fiskal dan penilaian untuk tujuan inventarisasi asset pemerintah merupakan bagian fungsional yang cukup penting dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan keuangan negara. Peran penilai pusat dalam hal ini juga dituntut untuk memiliki kompetensi yang mumpuni agar mampu merealisasikan penyelenggaraan keuangan negara yang optimal.
 
Prospek  dan Tantangan profesi penilai, prospek dan tantangan
a.Prospek Profesi penilai di Indonesia
Prospek pengembangan profesi penilai di Indonesia terbuka lebar apalagi dengan proporsi antara permintaan informasi yang semakin meningkat namun di sisi lain penyediaan sumber daya manusia penilai saat ini masih terbatas. Peluang ini membuka kesempatan bagi penyedia jasa penilaian bersertifikat di Indonesia, apalagi dengan diadopsinya standar pelaporan keuangan internasional (IFRS) yang mendorong pelaporan aktiva melalui basis nilai wajar turut menjadi faktor peningkatan permintaan pengguna jasa profesi penilai di Indonesia.

b.Tantangan Profesi Penilai di Indonesia
Dua tantangan terbesar perkembangan profesi penilai di indonesia adalah keterbatasan sumber daya manusia profesi penilai bersertifikat yang memiliki kemampuan penyediaan jasa penilaian efektif di indonesia serta tantangan pengembangan profesi penilai di lingkungan penyedia output sumber daya manusia penilai sendiri yaitu sektor akademik dan universitas.

Tantangan pertama merupakan tantangan klasik dihadapi oleh profesi-profesi yang masih tergolong baru di banyak negara, di harapkan dengan pertumbuhan jumlah dari penilai bersertifikat dan perusahaan penyedia jasa penilaian di Indonesia mampu berkembang secara proporsional dengan permintaan penyedia jasa informasi nilai. Sementara untuk tantangan kedua di harapkan keterlibatan dari kalangan akademisi dan universitas untuk turut serta mengembangkan potensi profesi penilai di Indonesia di masa yang akan datang.
*diambil dari berbagai sumber.

Minggu, 16 Juni 2013

SPI 2007 VS SPI 2013

Standar Penilaian Indonesia (SPI) 2013 dan Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) 2013 telah disahkan pada tanggal 25 April 2013.  Untuk mensosialiasikan SPI dan KEPI 2013 kepada para penilai publik di Indonesia, maka dilaksanakan diseminasi SPI dan KEPI 2013 pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013. Artikel ini membahas tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada Standar Penilaian Indonesia dan pengaruhnya terhadap praktek penilaian di Indonesia.

Apa itu SPI dan KEPI?
SPI dan KEPI bukanlah merupakan barang baru bagi profesi penilai di Indonesia.  Sebagaimana profesi lainnya, demi kepentingan semua stakeholder, baik penilai, pengguna jasa, regulator, maupun masyarakat, baik di ranah nasional maupun internasional, maka penilai sebagai salah satu profesi yang dinaungi oleh Kementerian Keuangan memiliki kode etik dan standar profesi yang disusun dan dikembangkan oleh asosiasi profesi.

Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) merupakan landasan yang paling mendasar dalam pelaksanaan Standar Penilaian Indonesia (SPI) agar seluruh hasil pekerjaan penilaian dapat memenuhi persyaratan yang ditetapkan dengan cara yang jujur dan kompeten secara profesional, bebas dari kecurigaan adanya kepentingan pribadi, untuk menghasilkan laporan yang jelas, tidak menyesatkan dan mengungkapkan semua hal yang penting untuk pemahaman penilaian secara tepat.

Standar Penilaian Indonesia (SPI) adalah pedoman dasar pelaksanaan tugas penilaian secara profesional yang sangat penting artinya bagi para Penilai untuk memberikan hasil yang dapat berupa analisis, pendapat, dan dalam situasi tertentu memberikan saran-saran dengan menyajikannya dalam bentuk laporan penilaian sehingga tidak terjadi salah tafsir bagi para pengguna jasa dan masyarakat pada umumnya.

Perkembangan KEPI dan SPI terus berkembang sesuai dengan pertumbuhan kebutuhan akan penilai profesional untuk mendukung perekonomian yang berbasis pasar, mulai dari SPI 2002, SPI 2007, sampai saat ini baru saja diresmikan SPI 2013.  KEPI dan SPI juga terus mengikuti standar internasional yaitu International Valuation Standard (IVS) yang disusun oleh IVS.

Apa perbedaan mendasar SPI 2007 dengan SPI 2013?
Dari awal, SPI 2013 memang disusun agar bisa sejajar dengan standar penilaian dari internasional dan negara lain, sehingga filosofi penyusunan dan strukturnya juga diubah menjadi lebih berbasis prinsip (principle-based) dan terhubung antara satu dengan lainnya (interconnected), dengan diharmonisasi dengan kebutuhan penilai Indonesia pada umumnya.  SPI juga dikembangkan sesuai dengan isu dan jenis pekerjaan yang disyaratkan oleh Undang-Undang, misalnya untuk pembebasan tanah untuk kepentingan umum dengan tujuan agar dapat menaungi penilai yang melakukan pekerjaan di bidang tersebut.

KEPI dan SPI yang sebelumnya menjadi satu dokumen, sekarang dilepaskan menjadi dua dokumen yang berbeda, sehingga dapat dimuktahirkan masing-masing.  Namun untuk saat ini, KEPI dan SPI masih dijilid menjadi satu buku.

Struktur dan penomoran SPI juga berubah yang tadinya menggunakan prefiks SPI, PPI, dan PPPI diubah menjadi semuanya SPI tapi dengan kode-kode 1, 2, dan 3.  SPI 1xx adalah padanan SPI di SPI 2007.  SPI 2xx adalah padanan PPI, dan SPI 3xx adalah padanan PPPI.  Berarti semua panduan yang ada SPI sebelumnya sekarang sudah menjadi standar.

Nilai Pasar juga berubah definisinya untuk bisa mencakup semua jenis penilaian baik penilaian properti maupun penilaian bisnis.

Selain itu, di Standar Umum (SPI 1xx), ditambahkan SPI 104 Implementasi, yang merupakan proses kerja penilaian yang menghubungkan SPI 103 Lingkup Penugasan dengan SPI 105 Pelaporan Penilaian.  Sehingga penilai saat ini perlu lebih berpikir mengenai proses penilaian dan bukan hanya tentang pelaporannya.

Begitu juga diperkenalkan istilah yang sama sekali baru dalam dunia penilaian Indonesia, yaitu investigasi, yang memiliki arti dan batasan khusus dalam penilaian.

Nilai yang sebelumnya dikenal sebagai Nilai Jual Paksa, dikembalikan istilah utamanya menjadi Nilai Likuidasi, namun di laporan dihimbau untuk ditulis Indikasi Nilai Likuidasi karena kurangnya data pembanding yang sesuai untuk menentukan Nilai Likuidasi dan lebih merupakan perkiraan atau indikasi dari suatu faktor tertentu.

Beberapa jenis nilai selain nilai pasar juga ditambahkan seperti Nilai Penggantian Wajar, dan Nilai Sinergis yang masing-masing tentu memiliki aplikasi yang khusus.

Apa definisi Nilai Pasar di SPI 2013?
Dalam SPI 101 butir 3.1 dijelaskan bahwa Nilai Pasar didefinisikan sebagai estimasi sejumlah uang yang dapat diperoleh dari hasil penukaran suatu aset atau kewajiban pada tanggal penilaian, antara pembeli yang berminat pembeli dengan penjual yang berminat menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang pemasarannya dilakukan secara layak, dimana kedua pihak masing-masing bertindak atas dasar pemahaman yang dimilikinya, kehati-hatian, dan tanpa paksaan.

Dimana dijelaskan juga bahwa istilah Aset pada SPI 2013 memiliki pemahaman yang sama dengan Properti di SPI 2007 yang biasa digunakan sebelumnya sebagaiaimana dijelaskan di dalam KPUP butir 3.0, sehingga istilah aset dalam SPI ini dapat dipertukarkan dengan properti.

Apa itu “investigasi” dalam konteks penilaian?
Investigasi dalam pengertian bahasa pada umumnya adalah pengamatan yang teliti atau berhati-hati terhadap suatu hal.  Biasa digunakan dalam film-film detektif, kata ini terdengar asing di telinga penilai.  Namun, di SPI 104 Implementasi butir 3.2 dijelaskan definisi investigasi dalam konteks penilaian.

Investigasi dalam konteks penialian adalah proses pengumpulan data yang cukup dengan cara melakukan inspeksi, penelaahan, penghitungan, dan analisis sesuai tujuan penilaian.

Jadi, investigasi mencakup juga inspeksi yang sudah terlebih dikenal di dunia penilain, ditambah dengan beberapa langkah yang memang sudah biasa dilakukan, sebelum dilakukan penerapan pendekatan penilaian dan penyusunan kertas kerja penilaian, dan pelaporan penilaian.

Penutup dan Catatan Penulis
Penulis melihat bahwa SPI 2013 bersifat universal, berpikir ke depan (forward thinking), dan internasional, sehingga Penulis mendukung penuh implementasi SPI 2013 di dunia penilaian Indonesia.  Akan tetapi, terdapat kelemahan di human capital pada penilai Indonesia yang tidak mau atau tidak bisa berubah karena satu dan lain hal.  Misalnya pada penilai di daerah yang kurang informasi dan bingung untuk penerapan standar baru yang berubah signifikan setiap lima tahun sekali.  Begitu juga pimpinan Kantor Jasa Penilai Publik yang lebih berorientasi bisnis daripada profesi sehingga nyawa dan tujuan dari penerapan standar baru ini tidak tersalurkan dengan baik.  Kesempatan terbuka bagi penilai Indonesia untuk bersaing secara regional dengan penilai ASEAN dan global ketika pasar bebas dan globalisasi yang sekarang sudah mulai merasuk dalam ke dalam sendi-sendi perekonomian.  Ancamannya berada pada salah tafsir dan ketidaktahuan, serta ketidakpatuhan penilai terhadap standar baru ini.

Saran penulis adalah karena SPI ini sifatnya baru, maka harus diadakan diseminasi dan sekaligus sosialisasi seluas-luasnya terhadap semua pemangku kepentingan (stakeholder), baik kepada penilai, pengguna jasa, regulator, dan masyarakat secara lengkap namun mudah dicerna.  Penulis berharap dunia penilaian di Indonesia bisa terus berkembang dan maju sehingga penilai menjadi sebuah profesi yang diakui di negara ini seperti di Singapura dan Malaysia yang posisi penilainya terkesan lebih tinggi dari di Indonesia.
Sekian dulu. (@alberthchen)

Sabtu, 15 Juni 2013

Intermark Mulai Bangun Perkantoran dan Kondotel di Serpong

Jakarta - PT Merdeka Ronov Indonesia, sebagai pengembang Intermark mulai membangun dan melaunching gedung perkantoran Associate Tower dan Kondomenium hotel (Kondotel) di kawasan Serpong, Tangerang.
Pembangunan mixe use Intermark ini dibangun di atas lahan seluas 1,1 hektar yang direncanakan untuk membangun apartemen Tuscany Residence, Swiss Belhotel Serpong, perkantoran Associate Tower.
Direktur utama Merdeka Ronov Indonesia, Ronaldo Maukar mengatakan, pembangunan proyek perkantoran dan kondotel ini direncanakan selesai pada 2015 mendatang. "Hari ini kita mulai groundbreaking, kita targetkan selesai 2015 mendatang," kata Ronaldo, dalam acara Groundbreaking Proyek Intermark, di Serpong, Sabtu (15/6).
Menurut dia, perkantoran Associate Tower ini akan dikelola oleh Colliers International dan kondotel yang akan dikelola oleh Swiss-Belhotel.
Untuk perkantoran ini terdiri dari 19 lantai dan dilengkapi dengan ruang meeting, telekomunikasi, swimming pool, gym, shower Room, bussines Centre. "Gedung perkantoran ini juga akan dibangun Merdeka Assembly Hall dengan kapasitas 1000 orang," kata Ronaldo.
Sedangkan untuk kondotel, nanti akan memiliki 104 unit, dimana hanya 60 unit saja yang ditawarkan kepada investor sebagai sarana menarik. "Kondotel ini dibanderol dengan harga Rp 750 juta sampai dengan Rp 1,2 miliar untuk tipe Grand Deluxe dengan garansi keuntungan dari developer sebesar 18 persen selama dua tahun Pertama," kata dia.
Untuk memudahkan pembeli, pengembang juga bekerjasama untuk penyaluran kredit lewat Bank Mandiri, BTN, BII. "Sekarang kami juga sedang proses kerja sama dengan BCA dan CIMB Niaga," tambah Ronaldo.
Sampai saat ini, semenjak di grandlaunching pada bulan Maret 2013 kemarin sudah 80 persen terjual.
Penulis: IMM/RIN

Jumat, 14 Juni 2013

KEPI dan SPI 2013

KEPI dan SPI memiliki peran penting bagi pelaku penilaian (para Penilai), maupun pengguna jasa, pemerintah, lembaga-lembaga terkait lainnya serta seluruh stakeholders. KEPI merupakan landasan moral sedangkan SPI merupakan panduan praktek penilaian bagi penilai di Indonesia, serta dari sisi pengguna jasa menjadi acuan dalam memahami dan memanfaatkan hasil penilaian. Sementara itu, dari sisi Pemerintah maupun lembaga terkait lainnya, KEPI dan SPI ini dapat menjadi acuan dalam melaksanakan pengawasan dan pengembangan profesi Penilai di Indonesia.
KEPI dan SPI 2013 dibuat dengan mengikuti sistematika Internatioanl Valuation Standards dimana KEPI merupakan bagian yang terpisah dari SPI, namun dicetak dalam satu kesatuan.
SPI 2013 disusun lebih dengan azas ‘principle base’, serta dengan landasan cakupan (platform) yang meliputi penilaian aset properti dan bisnis. Di dalam SPI ini digunakan terminologi ‘aset atau kewajiban’ menggantikan properti, dimana kedua istilah tersebut di SPI ini memiliki pengertian yang sama dan meliputi Real Properti, Personal Properti, Badan Usaha dan Hak Kepemilikan Finansial.
Pada KEPI dan SPI 2013 ini sudah dilakukan perubahan dan penambahan standar baru untuk bagian KEPI, KPUP, Standar Umum, dan sebagian Standar Teknis. Sedangkan pada bagian Standar Penerapan dan sebagian Standar Teknis masih menggunakan SPI 2007 (lihat lampiran Tabel 1 pada Pendahuluan).
KEPI dan SPI 2013 terdiri dari :
·      Kode Etik Penilaian Indonesia (KEPI)
·      Pendahuluan
·      Konsep & Prinsip Umum Penilaian (KPUP)
·      Standar Umum
·      Standar Penerapan
·      Standar Teknis
Penyempurnaan KEPI dan SPI 2013 merupakn suatu kegiatan yang bersifat terus menerus untuk memenuhi tuntutan dan perkembangan profesi Penilaian dan sektor keuangan/dunia bisnis secara keseluruhan.
Dengan diberlakukannya KEPI dan SPI 2013, diharapkan bahwa Penilai akan memiliki profesionalisme yang lebih tinggi dan dapat memiliki kesetaraan dengan Penilai di negara lainnya  yang lebih maju sehingga memiliki daya saing tinggi di dunia Internasional. Semoga Penilai Indonesia akan terus berkembang maju dan memiliki peran penting dalam pembangunan nasional yang berkelanjutan (Sustainable development) menuju Indonesia makmur dan sejahtera.
Jakarta, 25 April 2013
BISNIS properti yang akan terus tumbuh membuat pengembang menjamur bagaikan di musim hujan. Namun, tidak semua pengusaha ini sukses, hanya sebagian kecil yang bisa bertahan.
Praktisi properti yang juga miliarder muda Indonesia, Bong Chandra, memberikan tips bagaimana menjadi pengembang properti yang sukses, khususnya bagi pemula.
1. Waktu
Waktu merupakan faktor penting untuk sukses tidaknya membangun properti. Sebelum membangun perumahan/apartemen, analisa dulu apakah masyarakat di sekitar telah siap dengan keberadaan perumahan/apartemen. Penguasaan daerah dan pemahaman budaya masyarakat di sekitar dapat membantu sukses atau tidaknya properti yang akan dibangun.
“Dapat lokasi bagus di Manado, tapi masyarakatnya belum siap dengan apartemen, ujung-ujungnya bisa tidak laku,” ujar Bong memberi contoh.
2. Kepercayaan
Kepercayaan kepada developer akan sejalan dengan pengalaman. Developer yang baik akan membangun “estate development” di propertinya untuk membantu konsumen penghuni. “Banyak orang tak suka dicuekin developer, sudah laku jalan dibiarkan bolong-bolong, itu contohnya” kata Bong.
Trust juga dapat dibangun dengan menjalin kerjasama dengan bank-bank besar. Bank besar pasti sudah melakukan uji kelayakan sebelum bekerjasama dengan pengembang properti. Selain itu, trust juga dapat dibangun dengan menggunakan nama besar tokoh masyarakat untuk dijadikan komisaris.
“Mantan menteri diangkat jadi komisaris utama dan melakukan ground breaking. Ini dapat meningkatkan kepercayaan,” katanya.
3. Konsep
Banyak properti murah tidak laku karena tidak memiliki konsep yang jelas. Setelah memiliki konsep, pengembang harus membangun pusat keramaian terlebih dulu agar properti dapat hidup.
4. Strategi harga
Banyak developer  properti yang menjual rumah dengan harga per meternya lebih mahal, namun lebih laris. Buatlah unit-unit lebih kecil dan buatlah program cicilan lebih panjang untuk membuat efek psikologis murah di mata konsumen. “Bukan murah yang menang, tapi efek psikologis,” katanya.
Pengembang dapat berkorban sedikit dengan menjual murah untuk unit awal. Saat penjualan telah mencapai 60-70 persen maka biasanya telah balik modal dan  itu merupakan saat tepat untuk menaikkan harga penjualan 10-15 persen. Saat unit telah terjual 90 persen, harga dapat dinaikkan 15 persen namun buatlah program cicilan lebih panjang.
5. Unit Terbatas
Bangunlah properti dengan unit-unit terbatas agar tidak terjadi oversupply dan menjaga agar harga tetap tinggi. “Jangan langsung bangun 1.000 rumah, namun pecah jadi unit-unit kecil seperti per 100 rumah. Jika sudah terjual 70 unit maka pasang iklan terjual 70 persen untuk meningkatkan kepercayaan konsumen dalam membeli rumah,” katanya.
6. Area Komersial
Dalam membangun properti harus ada area komersil untuk menarik orang. Cari anchor tennant seperti Carrefour, Bioskop, atau Gramedia, yang menjadi tujuan utama pengunjung. Berikan sedikit privilege agar main anchor mau membuka di area perumahan.
“Berikan harga miring atau diskon kepada anchor tennant, rugi sedikit tidak apa-apa karena dapat menarik orang dan akan  meningkatkan nilai investasi,” katanya.
7. Lokasi
Saat ini lokasi tidak harus di tengah kota karena banyak developer properti sukses mengembangkan properti di pinggiran. Faktor penting adalah aksesibilitas menuju area properti, bangunlah jalan yang lebar agar mempermudah akses masuk.

Hotel Ciputra Manfaatkan Lahan Superblok Ciputra World Surabaya

MAPPI Jatim – Masyarakat dalam waktu dekat bakal memiliki hotel bintang lima favorit di Surabaya, menyusul bakal selesainya pembangunan proyek tersebut di areal superblok Ciputra World Surabaya (CWS). Hotel yang akan dimanage oleh Swiss-Belhotel International ini ditargetkan mulai beroperasi pada April 2014 mendatang.
Direktur Utama PT Ciputra Surya Tbk, Harun Hajadi mengatakan, saat ini pihaknya telah menyelesaikan pengerjaan konstruksi bangunan hotel berkapasitas total 212 unit kamar tersebut. Hotel yang akan memakai nama Hotel Ciputra ini melengkapi fasilitas lainnya yang sudah ada di superblok CWS, yakni pusat perbelanjaan dan apartemen The Via and The Vue Apartment.
“Kita menerapkan konsep kondotel dalam Hotel Ciputra ini, dan merupakan kondotel pertama grup Ciputra. Dari total 212 unit kamar, kita melepas sebanyak 162 unit, dan kami bersyukur bahwa seluruhnya sudah habis terjual,” kata Harun, kemarin.
Usai pembangunan hotel, lanjut Harun, pihaknya bakal melanjutkan dengan pembangunan apartemen The Voila serta small office home office (SOHO) di areal CWS seluas total 8,5 hektare tersebut.
“Untuk apartemen The Voila memiliki total 228 unit kamar, sementara SOHO sebanyak 136 unit,” ungkap Harun.
Sementara itu Direktur Grup Ciputra, Nanik J Santoso menambahkan, meski di kawasan Jalan Mayjen Sungkono Surabaya dan kota ini pada umumnya telah banyak berdiri hotel bintang 4 dan 5, namun pihaknya optimistis nantinya Hotel Ciputra akan mendapat sambutan positif tamu.
“Baik di segmen bisnis maupun leasure, masyarakat akan lebih memilih hotel yang berada di superblok, karena memiliki kelebihan dekat dengan mal dan pusat hiburan lain. Jadi kami optimistis di tengah ketatnya persaingan hotel,” ujar dia.

Kamis, 13 Juni 2013

PREMI DAN DISKON



 PREMI DAN DISKON

Dalam melakukan penilaian usaha/saham, setelah diperoleh indikasi nilai melalui penerapan berbagai metode, maka untuk memperoleh nilai pasar wajar sebelumnya dikenakan premi dan diskon.

1.       Premi kendali (control premium), jika yang dinilai penyertaan mayoritas sedangkan nilai yang dihasilkan berindikasi minoritas

2.       Diskon minoritas (discount for lack of control/minority discount), jika yang dinilai penyertaan minoritas

3.       Diskon marketabilitas (discount for lack of marketability/marketability discount), jika yang dinilai perusahaan tertutup

PENDEKATAN DAN METODE PENILAIAN PERUSAHAAN



PENDEKATAN DAN METODE PENILAIAN PERUSAHAAN

Suatu cara umum dalam menetapkan nilai dengan menggunakan satu atau lebih metode penilaian khusus, adapun Pendekatan Penilaian yang lazim digunakan dalam Penilaian Usaha/Perusahaan adalah:
 
1.       Pendekatan Pendapatan (Income Approach) ; adalah suatu cara umum menetapkan indikasi nilai dari suatu business, hak kepemilikan atas bisnis atau sekuritas dengan cara menghitung Nilai Kini (Present Value) dari keuntungan yang diantisipasi (SPI-2007 PPPI-6 Penilaian Bisnis, butir 5.14.2).Terdapat 2 (dua) metode umum dalam pendekatan pendapatan:

i       Metode Analisis diskonto Arus Kas (discounted cashflow method) atau Metode Deviden (Devident Method). Metode penilaian usaha/saham dimana nilai kini dari pendapatan ekonomi mendatang dihitung dengan menggunakan tingkat diskonto tertentu.

ii       Metode kapitalisasi pendapatan (capitalized income method).  Metode penilaian usaha/saham dimana pendapatan ekonomi pada satu waktu tertentu dikonversi menjadi nilai dengan membagi tingkat kapitalisasi tertentu.


2.       Pendekatan Pasar (Market Approach) ; adalah suatu cara umum menetapkan indikasi nilai dari suatu business, kepemilikan atas bisnis dan sekuritas yang membandingkan objek yang dinilai dengan bisnis, kepemilikan atas suatu bisnis atau sekuritas yang pernah dijual (SPI-2007 PPPI-6 Penilaian Bisnis, butir 5.14.1).  Terdapat 2 (dua) metode dalam pendekatan Pasar:

i       Metode pembanding perusahaan terbuka (guideline publicly traded company method).  Nilai ekuitas (dan nilai perusahaan/kapital) diperkirakan dengan cara mengalikan suatu ukuran nilai yang diperoleh dari data transaksi jual-beli yang pernah/sedang terjadi dari perusahaan-perusahaan yang digunakan sebagai pembanding pada suatu variabel nilai.  Perusahaan-perusahaan yang digunakan sebagai pembanding haruslah yang sejenis industrinya.

ii       Metode pembanding perusahaan merjer dan akuisisi (guideline merged and acquired company method).  Merupakan variasi dari metode pembanding perusahaan terbuka, dimana pembanding yang digunakan adalah transaksi saham mayoritas yang umumnya (tetapi) tidak selalu merupakan kepemilikan mutlak (100%)


3.       Pendekatan Aktiva (Asset-Based Approach) ; adalah suatu cara umum menetapkan indikasi nilai dari suatu bisnis atau sekuitas yang berdasarkan langsung pada penilaian kembali aktiva dan kewajiban dari suatu badan usaha (SPI-2007 PPPI-6 Penilaian Bisnis, butir 5.14.3).  Terdapat 2 (dua) metode dalam pendekatan aktiva:

i       Metode akumulasi aset (asset accumulation method) lebih dikenal dengan nama adjusted book value method.  Nilai perusahaan atau nilai ekuitas diperkirakan dengan terlebih dahulu melakukan penyesuaian pada nilai buku dari tiap-tiap pos yang ada di neraca (baik aktiva maupun kewajiban) menjadi nilai pasarnya.  Nilai perusahaan adalah seluruh aktiva minus hutang yang bukan komponen struktur kapital.  Nilai ekuitas adalah seluruh aktiva minus seluruh kewajiban.

ii      Metode kapitalisasi kelebihan pendapatan (capitalized excess earnings method).  Sama dengan metode akumulasi aset, tetapi aktiva tak berwujud dianggap sebagai satu kesatuan dan dinilai secara kolektif dengan proses kapitalisasi.

What to Consider When Valuing a Business




What to Consider When Valuing a Business
  1. During a period of economic growth, the price of businesses goes up. In comparison, the price drops during times of recession. Gather industry reports, reviews and data about the industry you are getting into. How is the performance of the industry in recent years in comparison to the performance of the business for sale? Look at similar businesses for sale and those that have recently sold to help you in your business valuation.
  2. Study the financial performance of the business through its balance sheets, income statements, expenses, business loans, depreciation and amortization for the past 3 to 5 years. You can more or less predict the future of a business from the past financial performance. Find out if there is a historical pattern of growth. Is there a season when the business generates more sales? Does it have a wide customer base or does the business rely on only a few customers? Are the records of the business organized and complete? If they are not, think twice about buying it.
  3. Calculate the cost to replace the assets in the same or similar condition, or as new replacements. Assets should generate revenue. If a business has many assets but does not make much money, negotiate for a lower asset value.
  4. Consider the intangible assets such as brand value, customer base, and goodwill. How will you value patents, licenses and agreements held by the company?
  5. What are the future financial requirements of the business? How much are the debt repayment and operating expenses?
  6. If you are buying a “service” company such as a professional practice, one-man business or consultancy business, find out if the seller is “the business”. In some instances, customers become repeat clients because of the personalized service given by a specific person in the business. If you lose this person, you could lose customers too.
  7. Work with your accountant or business broker to determine the value of the business and the acceptable ROI. The rate of return and annual earnings forecast would influence the price that you are willing to pay for the business. Choose business valuation experts who specialize in the particular industry you are buying into.
  8. Business valuations are subjective. Find out how the seller determined his or her asking price.
  9. Factor in how long the business is in operation, the number of employees it has, the equipment, supplies, inventory and its present condition.
Your business valuation should quantify what you would get out of the business. The factors you consider in valuing a business varies according to the type of business. One business is different from another. Be sure you are not overpaying.
Remember that the asking price of the seller is not the actual purchase price. The seller’s valuation of the business is very different from the buyer’s.